Selasa, September 14, 2010

Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia I

untuk informasi lebih lengkap klik link di samping http://www.usu.ac.id/

ABSTRAK




Kondisi ekonomi dalam satu negara dapat berubah dalam setiap waktu. Krisis ekonomi sudah mengubah kondisi perekonomian Indonesia. Sebelum adanya krisis keuangan 1997 perekonomian memiliki pertumbuhan ekonomi yang meningkat setiap tahunnya, karena kita memasukkan utang luar negeri dalam jumlah yang cukup. Tetapi setelah krisis keuangan itu terjadi utang luar negeri Indonesia meningkat sampai US$ 25125 paada tahun 1998. Kondisi ini membuat Indonesia jatuh ke dalam perangkap utang dan bunga utang yang sangat tinggi.

Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiyaan rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yag telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia.

Pada masa krisis, utang luar negeri Indonesia termasuk didalamnya utang pemerintah dan swasta telah meningkat drastis dalam hitungan rupiah. Sehingga menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar urtang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melauli APBN RI untuk utang pemerintah dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas akan membebani masyarakat, khususnya wajib pajak Indonesia

Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah krisis memiliki R-squared sebesar 0.79485 atau 0.79, artinya bahwa variabel independen ( utang lua negeri) dapat menjelaskan variabel terikat (pertumbuhan ekonomi) sebesar 0.79%, sedangkan 21% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat pada model. T-statistik untuk utang luar negeri lebih besar dari pada t-tabelnya ( 4.95 > 2.89), artinya bahwa variabel utang luar negeri memilki pengaruh nyata dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α=1%. T-statistik untuk variabel dummy lebih besar daripada t-tabelnya (5.100>2.89), yang artinya variabel krisis ekonomi (dummy) memiliki pengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α=1%.

Berdasarkan pada analisis Granger Causality, kedua variabel memiliki hubungan satu sama lain (timbal balik). Sedangkan berdasarkan anailsis Kointegration test, kedua variabel yaitu utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan stasioner pada pembedaan kedua I (2), artinya ada hubungan jangka panjang antara utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi.



Kata kunci : utang luar negeri, pertumbuhan ekonomi, krisis keuangan, dummy, kointegrasi tes, uji kausalitas granger.




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya dapat terpengaruh dari dunia luar, Seperti apa yang terjadi pada 10 tahun yang silam Ketika negara Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya percaya bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia dipercaya cukup kuat untuk menahan kejut eksternal (external shock) akibat kejatuhan ekonomi Thailand. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang sangat hebat dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia, kekacauan dalam perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab runtuhnya perekonomian Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema utang luar negeri. Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang terjadi di Indonesia juga berasal dari dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian Indonesia ke dalam perekonomian global yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan krisis di Indonesia (Syahril, 2003:4).

Krisis keuangan di Thailand menyebar secara cepat ke Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, karena pasar keuangan global, maka pasar keuangan domestik juga dengan cepat telah ikut terpengaruh krisis keuangan global yang terjadi pada saat itu. Krisis ekonomi telah membawa dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia, yang menimbulkan stagflasi dan instabilisasi perekonomian, menurunnya tingkat produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik terhadap barang dan jasa impor, laju inflasi yang tinggi, pemutusan hubungan tenaga kerja, menurunnya pendapatan masyarakat mengaibatkan turunnya daya beli masyarakat.

Awal-awal menjelang Krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik, yang artinya tidak ada tanda-tanda yang terlalu merisaukan atau memberi tanda krisis yang serius akan menerpa. Sejak akhir dasawarsa 1980-an pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sekitar 8% per tahun pada pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4% (Boediono, 2008:81). Justru kepanikan terjadi karena adanya peningkatan harga yang sangat tajam barang-barang dan jasa akibatnya melemahnya kurs rupiah terhadap dollar.

Salah satu beban ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri yang terus membengkak, Utang ini sudah begitu berat mengingat pembayaran cicilan dan bunganya yang begitu besar. Biaya ini sudah melewati kapasitas yang wajar sehingga biaya untuk kepentingan-kepentingan yang begitu mendasar dan mendesak menjadi sangat minim yang berimplikasi sangat luas. Sebagai negara berkembang yang sedang membangun, yang memiliki ciri-ciri dan persoalan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang hampir sama dengan negara berkembang lainnya,Indonesia sendiri tidak terlepas dari masalah utang luar negeri, dalam kurun waktu 25 tahun terakhir,utang luar negeri telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan di Indonesia. Bahkan utang luar negeri telah menjadi sumber utama untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan memberikan kontribusi yang berarti bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.Meskipun utang luar negeri (foreign debt) sangat membantu mentupi kekurangan biaya pembangunan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun persoalan pembayaran cicilan dan bunga menjadi beban yang terus menerus harus dilaksanakan,apalagi nilai kurs rupiah terhadap dollar cenderung tidak stabil setiap hari bahkan setiap tahunnya.

Pertengahan tahun 1997 Indonesia telah mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya besarnya jumlah hutang swasta jangka pendek dan menengah serta utang-utang pemerintah yang menyebabkan nilai tukar Rupiah tertekan, kebijakan fiskal dan moneter yang tidak konsisten, membesarnya defisit neraca berjalan dan terdepresiasinya mata uang Bath dan berimbas pada nilai dollar. Di Indonesia hal ini juga membuat terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah sehingga masyarakat menyerbu Dollar untuk mengamankan kekayaanya.

Dengan adanya krisis ekonomi tersebut kinerja perbankan Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang memburuk. Hal ini ditandai dengan hilangnya kepercayaan masyarakat dengan terjadinya penarikan besar-besaran (Rush). Berdasarkan data Bank Indonesia, Jumlah pinjaman luar negeri pasca krisis pun meningkat yaitu pada tahun 2000 dalam juta dollar sebesar US$ 133.073,00 padahal sebelumnya pada tahun 1998 dan 1999 jumlah utang luar negeri Indonesia adalah US$ 20.567,00 dan US$ 110.934,00.

Pasca awal terjadinya krisis, yaitu tahun 1999 pemerintah sudah mengambil langkah seribu untuk menambah jumlah hutang atau pun pinjaman dari pihak asing. Meningkatnya jumlah pinjaman pada tahun 2000 yakni sebesar US$ 133.073,00 terjadi karena adanya tindakan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupiah terhadap mata uang asing sehingga hal ini membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar, sementara cadangan devisa sebelumnya sudah terkuras untuk menghadapi kepanikan masyarajat yang secara beramai-ramai membeli dollar secara besar-besaran dengan asumsi dollar akan naik lagi.

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang didahului oleh krisis moneter di Asia Tenggara, telah banyak merusakkan sendi-sendi perekonomian negara yang telah banyak dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan surplus capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portofolio invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan mata uang rupiah (Adwin, 2000:93).

Sebelum terjadinya krisis hampir semua indikator-indikator kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Ada sementara hubungan terutama kalangan bank sentral yang mengkhawatirkan bahwa ekonomi mulai kepanasan (overheating),tetapi tidak ada tanda-tanda yang terlalu merisaukan tau pemberi tanda bahwa krisis yang serius akan menerpa.Salah satu indikatonya adalah pertumbuhan ekonomi yang mana sejak akhir dasawarsa 1980-an ekonomi tumbuh rata-rata sekitar 8% per tahun dan pada pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4%, (McLeod,1998 dalam Budiono 2008:81).

Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar. Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya. Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran yang dalam hal ini adalah utang luar negeri (foreign debt) turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya, (Boediono, 1999:22).

Pertumbuhan ekonomi (growth) merupakan salah satu indikator perekonomian yang dipengaruh oleh berbagai macam variabel, salah satunya adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Utang luar negeri (foreign debt) adalah variabel yang bisa saja mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi. Mendorong perekonomian maksudnya,jika hutang-hutang tersebut digunakan untuk membuka lapangan kerja dan investasi dibidang pembangunan yang pada akhirnya dapat mendorong suatu perekonomian,sedangkan menghambat pertumbuhan apabila utang-utang tersebut tidak dipergunakan secara maksimal karena masih kurangnya fungsi pengawasan dan integritas atas penanggung jawab utang-utang itu sendiri.Saat ini sudah banyak kasus penyalahgunaan dana pemerintah yang berasal dari utang luar negeri Indonesia seperti yang terjadi pada jaman orde baru.

Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai instrumen fiskal pemerintah senantiasa diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan stabilitas ekonomi makro serta sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di Indonesia ditopang dari sumber-sumber dana dari dalam negeri dan luar negeri. Sumber pembiayaan dalam negeri berasal dari tabungan pemerintah, tabungan masyarakat serta utang domestik. Sedangkan pembiayaan dari luar negeri berasal dari penanaman modal asing dan utang yang diperoleh dari lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sahabat baik dalam rangka bilateral maupun multilateral.

Indonesia selama ini menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan, sebagai komponen penutup kekurangan. Saat Indonesia mendapat rejeki berlimpah dari oil boom, utang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di dalam angaran belanja pemerintah. Bahkan saat Indonesia telah mulai menganut sistem anggaran defisit/surplus sejak tahun 2005, komponen pembiayaan utang luar negeri cukup besar. Padahal di dalam kebijakan ekonominya pemerintah selalu mengatakan bahwa utang luar negeri hanya menjadi pelengkap belaka (Boediono,2008:82). Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyebutkan sampai saat ini, utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit maupun untuk pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing).adanya utang luar negeri juga membuat pemerintah tidak serius mengumpulkan pendapatan dari dalam negeri. Beberapa kekurangan yang terjadi di dalam penyusunan RAPBN dianggap oleh pemerintah dapat ditutup dari perolehan pinjaman luar negeri.

Dampak utang luar negeri (foreign debt) pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi banyak dipertanyakan orang. Beberapa pengalaman dan bukti empiris juga telah menunjukkan bahwa sejumlah negara yang memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk melaksanakan pembangunannya dapat berhasil dengan baik. Dalam berbagai model analisis regresi, jarang ditemukan dampak positif utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan model tertentu, terlihat bahwa utang luar negeri justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.Investasi ini tidak jarang berasal dari luar negeri maupun dari pemerintah dengan mengandalkan hutang-hutang.

Tulisan-tulisan mengenai hutang luar negeri sudah banyak sebelumnya oleh para kalangan baik sebagai ekonom,pengamat atau khususnya kalangan ilmuwan.Akan tetapi yang ditulis itu sudah tidak lagi relevan karena perkembangan ekonomi yang begitu cepat baik dalam keadaan semakin buruk maupun semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dengan mengangkat judul “ Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Selain itu, perumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan di akhir penulisan skripsi. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat hubungan timbal balik antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

3. Bagaimana hubungan antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan timbal balik antara utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

2. Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

3. Untuk mengetahui pengaruh Utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter



1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi yang terkait.

2. Sebagai bahan studi dan literature bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara terutama bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya dalam cabang ilmu ekonomi makro.

3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya, sekaligus untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis.

4. Sebagai bahan tambahan dan pelengkap terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

5. Sebagai masukan bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengetahui kondisi perekonomian Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan kurs sebelum dan sesudah krisis.


Bersambung....

 


4 komentar:

  1. Post ini bersambung ke Topik yang sama di bagian ke II yaitu " Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia II".

    Semoga bermanfaat.Terima kasih.

    Syalom.

    BalasHapus
  2. Saya mohon maaf jika tidak dapat menampilkan gambar atau bagian terkait tulisan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok the,,,,
      oe,,makasih ea ats posting nya,,,
      bemanfaat kali bagi ku,,,

      Hapus
  3. apa sih faktor penyebab indonesia harus utang ke luar negeri? kenapa pemerintah tidak dapat mengelola sumber daya alam yg dimiliki untuk nantinya digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunannya?

    BalasHapus